Minggu, 14 Juni 2009

SISTEM PENANGKAL PETIR

Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya (Abdul Syakur, Yuningtyastuti)
SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA
Abdul Syakur, Yuningtyastuti
a_syakur@elektro.ft.undip.ac.id, yuningtyastuti@elektro.ft.undip.ac.id
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstrak

Makalah ini menjelaskan mengenai sistem proteksi penangkal petir pada Gedung Widya Puraya, kampus UNDIP Tembalang. Sistem proteksi ini diperlukan mengingat gedung tersebut berada pada posisi yang paling tinggi diantara gedung-gedung sekitar danberada pada lokasi dengan tingkat hari guruh yang tinggi sekitar 128 hari guruh tiap tahun. Denganmenggunakan konsep ruang proteksi menurut model elektrogeometri, akan dihitung dan ditentukan jarak ruang proteksi dari penangkal petir yang digunakan dan tingkat proteksi yang dibutuhkan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penangkal petir yang dipasang di atas gedung perpustakaan belum mampu melindungi secara keseluruhan gedung-gedung yang ada disekitarnya yang mencakup keseluruhan gedung widya puraya.

Kata kunci : petir, ruang proteksi, elektrogeometri

BAB I

I. Pendahuluan

Pembangunan gedung – gedung baru, cenderung bertingkat sebagai solusi karena semakin sempitnya lahan tanah. Namun disisi lain, dengan semakin banyak berdirinya bangunan bertingkat, beberapa permasalahan mengenai keamanan bangunan menjadi penting untuk diperhatikan, karena bangunan bertingkat lebih rawan mengalami gangguan, baik gangguan secara mekanik maupun gangguan alam. Salah satu gangguan alam yang sering terjadi adalah sambaran petir. Mengingat letak geografis Indonesia yang dilalui garis katulistiwa menyebabkan Indonesia beriklim tropis, akibatnya Indonesia memiliki hari guruh rata – rata per tahun yang sangat tinggi. Dengan demikian bangunan – bangunan di Indonesia memiliki resiko lebih besar mengalami kerusakan akibat terkena sambaran petir. Kerusakan yang ditimbulkan dapat membahayakan peralatan serta manusia yang berada di dalam gedung tersebut.
Untuk melindungi dan mengurangi dampak kerusakan akibat sambaran petir maka dipasang sistem pengaman pada gedung bertingkat. Sistem pengaman itu salah satunya berupa sistem penangkal petir beserta pentanahannya. Pemasangan sistem tersebut didasari oleh perhitungan resiko kerusakan akibat sambaran petir terhadap gedung. Perhitungan resiko ini digunakan sebagai standar untuk mengetahui kebutuhan pemasangan sistem penangkal petir pada bangunan bertingkat tersebut.













BAB II

PEMBAHASAN

I. Dasar Teori

Kilat merupakan peristiwa alam yaitu proses pelepasan muatan listrik ( electrical discharge ) yang terjadi di atmosfer. Peristiwa pelepasan muatan ini bahkan terjadi karena terbentuknya konsentrasi muatan – muatan positif dan negatif di dalam awan ataupun perbedaan muatan dengan permukaan bumi. Kilat sebenarnya lebih sering terjadi antara muatan satu dengan muatan lain di dalam awan dibandingkan dengan yang terjadi antara pusat muatan di awan dengan permukaan bumi. Kedua jenis pelepasan muatan tersebut sebenarnya sama – sama dapat menimbulkan gangguan atau kerugian. Petir yang terjadi antara awan dengan awan dapat mengganggu di bidang penerbangan, sedangkan petir yang terjadi antara awan dengan permukaan bumi dapat menimbulkan kerusakan pada gedung tinggi dan peralatannya.

2.1 Frekuensi Sambaran Petir

2.1.1 Sambaran Petir Langsung

Jumlah rata – rata frekuensi sambaran petir langsung pertahun (Nd) dapat dihitung dengan perkalian kepadatan kilat ke bumi pertahun (Ng) dan luas daerah perlindungan efektif pada gedung (Ae) Nd = Ng . Ae (2.1) Kerapatan sambaran petir ke tanah dipengaruhi oleh hari guruh rata – rata per tahun di daerah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan sebagai berikut :
Ng = 4 . 10-2 . T1.26 (2.2)
Sedangkan besar Ae dapat dihitung sebagai berikut :
Ae = ab + 6h(a+b) + 9πh2 (2.3)
Sehingga dari substitusi persamaan (2.2) dan (2.3) ke persamaan (2.1), maka nilai Nd dapat dicari dengan persamaan berikut :
N 4.10 2.T1.26 (ab 6h(a b) 9 h2 ) d (2.4)

dimana :
a = Panjang atap gedung (m)
b = Lebar atap gedung (m)
h = Tinggi atap gedung (m)
T = hari guruh pertahun
Ng = Kerapatan sambaran petir ke tanah ( sambaran/Km2/tahun )
Ae = Luas daerah yang masih memiliki angka sambaran petir sebesar Nd (Km2).

2.1.2 Sambaran Petir Tidak Langsung

2.1.2 Sambaran Petir Tidak Langsung

Rata – rata frekuensi tahunan Nn dari kilat yang mengenai tanah dekat gedung dapat dihitung dengan perkalian kerapatan kilat ke tanah pertahun Ng dengan cakupan daerah di sekitar gedung yang disambar Ag Nn = Ng . Ag (2.5) Daerah di sekitar sambaran petir (Ag), adalah daerah disekitar gedung dimana suatu sambaran ke tanah menyebabkan suatu tambahan lokasi potensial tanah yang dapat mempengaruhi gedung.

2.2 Resiko Kerusakan Akibat Sambaran Petir

Sambaran petir dapat mengakibatkan beberapa kerusakan, yaitu :

a. Kematian atau korban jiwa
b. Kerusakan mekanis.
c. Kerusakan Thermal
d. Kerusakan Elektrik

2.3 Sistem Pengaman Pada Gedung

Sistem pengaman gedung dibuat untuk melindungi gedung tersebut dari berbagai macam
gangguan. Salah satu sistem pengaman gedung adalah sistem penangkal petir beserta pembumiannya. Instalasi bangunan yang menurut letak, bentuk, penggunaanya dianggap mudah terkena sambaran petir dan perlu dipasang penangkal petir adalah :

a. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara, dan cerobong pabrik.
b. Bangunan – banguna tempat penyimpanan bahan yang mudah terbakar atau meledak
seperti pabrik amunisi, atau gudang penyimpan bahan peledak.
c. Bangunan – banguna sarana umum seperti gedung bertingkat pusat perbelanjaan,
instansi pemerintahan, sekolah dan sebagainya.
d. Bangunan yang berdasar fungsi khusus perlu dilindungi seperti gedung arsip
negara. Jenis penangkal petir juga dipengaruhi oleh keadaan atap dari gedung yang
akan diamankan. Untuk bangunan dengan atap datar, yaitu bangunan yang memiliki
selisih tinggi antara bumbungan
dan lisplang kurang dari 1 meter maka sistem yang sesuai adalah sistem faraday
yaitu sistem penangkal petir. keliling pada atp datar. Sedang untuk atap runcing
atau selisih tinggi bumbungan dan lisplang lebih dari 1 meter, maka sistem yang
sesuai adalah metode franklin yaitu sistem penangkal petir dengan elektroda
batang (fiial).

2.3.1. Ruang Proteksi Konvensional

Pada masa awal diketemukannya penangkal petir dan beberapa tahun setelah itu, ruang proteksi dari suatu penangkal petir berbentuk ruang kerucut dengan sudut puncak kerucut berkisar antara 300 hingga 350. (Gambar 1.a). Pemilihan besarnya sudut proteksi ini menyatakan tingkat proteksi yang diinginkan. Semakin kecil sudut proteksi maka semakin tinggi tingkat proteksi yang diperoleh (semakin baik), namun semakin mahal biaya pembangunannya.










Gambar 1. Ruang proteksi konvensional

Untuk mempermudah perhitungan analitik, ruang proteksi tiga dimensi dapat dilukiskan secara dua dimensi dan karena bentuknya simetri, maka analisis dapat dilakukan hanya pada separo bagian (Gambar 1.b). Semua benda-benda yang berada di dalam ruang kerucut proteksi (atau bidang segi-tiga proteksi) akan terhindar dari sambaran petir. Sedangkan benda-benda yang berada di luar ruang kerucut proteksi (atau di luar bidang segi-tiga proteksi) tidak akan terlindungi.

2.3.2 Ruang Proteksi Non Konvensional

Ruang proteksi menurut model elektro geometri hampir sama dengan ruang proteksi
berdasarkan konsep lama, yaitu berbentuk ruang kerucut juga, hanya saja bidang miring dari kerucut tersebut melengkung dengan jari-jari tertentu (Gambar 2). Besar jari-jari ini sama dengan besarnya jarak sambar dari lidah petir. Jarak sambar (kemampuan menyambar atau menjangkau suatu benda) dari lidah petir ini ditentukan oleh besarnya arus petir yang terjadi. Dengan demikian, derajat kelengkungan dari bidang miring kerucut dipengaruhi oleh besarnya arus petir yang terjadi.


Gambar 2 Konsep ruang proteksi menurut elektrogeometri model


2.3.3 Bidang Sambar dan Garis Sambar

Jangkauan proteksi suatu penangkal petir dapat dijelaskan dengan bidang sambar atau garis sambar. Bidang sambar adalah tempat kedudukan titik-titik sambar, yaitu titik-titik dimana lidah petir telah mencapai suatu jarak terhadap suatu benda sama dengan jarak sambar. Bidang sambar merupakan bentuk tiga dimensi dalam kondisi nyata. Untuk keperluan penyederhanaan analisis dapat dipergunakan bentuk dua dimensi , yaitu garis sambar seperti ditunjukkan pada gambar 3.. Titik A dan B merupakan titik kritis, artinya semua petir dengan arus I yang melewati titik-titik ini akan menyambar ke penangkal petir atau menuju ke tanah dengan probabilitas 50%.
Untuk mengetahui apakah suatu benda terlindungi, maka perlu dibuat garis sambar untuk arus yang sama I untuk benda tersebut. Bila garis sambar untuk benda berada di bawah dari garis sambar untuk penangkal petir, benda terlindungi. Sebaiknya, jika garis sambar untuk benda berada di atas garis sambar untuk penangkal petir, maka benda tidak terlindungi.


Gambar 3. Garis sambar suatu lidah petir untuk arus petir tertentu.

Hubungan antara besarnya arus petir dengan jarak sambar dapat dijelaskan sebagai berikut. Bila arus petir yang terjadi bernilai kecil, artinya mengandung jumlah muatan kecil, maka energi yang diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan-terakhir juga kecil, sehingga jangkauan sambaran berjarak pendek. Jika arus petir yang terjadi bernilai lebih besar, artinya mengandung jumlah muatan lebih banyak, maka energi yang diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan terakhir juga lebih besar, sehingga jangkauan sambaran berjarak lebih jauh. Sesungguhnya hubungan antara I dan rs sangat rumit dengan beberapa versi persamaan telah dikemukakan oleh para ahli dan tetap terus akan berkembang lagi. Besar arus puncak peluahan petir dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :

I 10.6Q0,7 (2.6)


dimana :

I = Arus puncak petir (kA)
Q = Muatan lidah petir (Coulombs)

Sedang hubungan besar arus dengan jarak sambaran ditunjukkan persamaan berikut :

S = 8I 0,65 (2.7)
Jarak sambar S adalah jarak jari – jari yang dipakai pada ruang proteksi non konvensional. Dan persamaan yang sering digunakan untuk menentukan jarak sambar adalah persamaan Whitehead, karena hingga saat ini merupakan persamaan yang banyak diakui kebenarannya.

2.4.2 Sistem Penangkal Petir Gedung Beratap Kerucut

Sistem penangkal petir untuk gedung beratap kerucut lebih cocok menggunakan metode Franklin. Metode ini merupakan metode yang paling tua. Tetapi metode ini masih cukup handal untuk melindungi gedung dari sambaran petir. Sehingga sistem ini masih banyak digunakan orang terutama untuk gedung yang beratap kerucut / kubah. Gambar 4 penampang sistem tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

Elektroda batang pada metode Franklin mempunyai daerah perlindungan yang berbentuk
kerucut dengan elektroda batang sebagai porosnya. Setengah dari sudut puncak disebut sebagai sudut perlindungan. Biasanya diambil sudut 56o, khusus untuk gedung yang mudah terbakar biasanya sudut perlindungan diambil dari 450.

III. Gedung Widya Puraya

Gedung Widya Puraya Universitas Diponegoro terletak di sebelah barat daya gedung rektorat Universitas Diponegoro Semarang. Data – data dari gedung tersebut ditunjukkan pada Tabel 1. Gedung ini terdiri dari tiga lantai dengan bentuk bangunan memanjang dengan lahan di sekitar bangunan yang luas. Gedung Widya Puraya terletak di daerah dengan karakteristik perbukitan sehingga memiliki potensi mengalami gangguan sambaran petir.

IV. Sistem Proteksi Penangkal Petir

Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai resiko kerusakan dan effisiensi pada gedung
Perpustakaan sebelum diproteksi dengan resistansi tanah 0,0314 Ώ / Km seperti pada Tabel 2. Dari hasil perhitungan pada tabel 2 dapat diketahui gedung membutuhkan sistem proteksi dengan effisiensi 0,872 atau level proteksi 4 pada resistansi tanah 0,0314 Ώ / km sehingga relatif bahaya atau nilai resiko kerusakan tidak terlalu besar


Tabel 2 Nilai resiko kerusakan gedung sebelum diproteksi dengan resistansi tanah 0,0314Ώ/Km

Nilai resiko Hasil perhitungan
Fi -0,000000179
Fd 0,00778
F 0,00778
Fa 0,00100
E 0,87100
Tabel 1 Data karakteristik gedung Widya Puraya

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Whitehead, maka akan dapat dicari besar arus sambaran yang dapat ditangkap ditangkap oleh sistem penangkal petir tersebut. Bila kita menggunakan. sistem penangkal petir dengan besar resistansi tanah 0,0314 Ώ / km, kita akan mendapat suatu sistem proteksi dengan level proteksi tingkat 4, maka nilai jari – jari ruang proteksi yang diperoleh sebesar 60 m. Dengan persamaan Whitehead, maka dapat dicari besar arus sambaran yang dapat ditangkap oleh sistem penangkal petir tersebut. Diketahui S 8I 0,65 dimana S besarnya 60 m, merupakan jarak sambar atau jari – jari ruang proteksi. Sehingga besar arus sambaran petir ( I ).

Berarti dengan tambahan penangkal petir, bangunan bisa menahan sambaran petir sampai sebesar 18,6 kA. Bila sambaran petir besarnya lebih dari 18,6 kA maka akan ditangkap oleh sistem.
proteksi petir. Karena memiliki level proteksi tingkat 4, maka sudut proteksi yang didapat sebesar 45o. Sehingga jarak terjauh yang dapat ikut terlindungi oleh penangkal petir ini adalah 31 meter. Didapat dari perhitungan :

x = tan 450. h meter
x = 1 . 31 meter
x = 31 meter.


Sehingga penangkal petir di gedungPerpustakaan UNDIP belum dapat melindungi gedung Widya Puraya yang berjarak puncak tertingginya 50,5 meter (Lebar jalan 8 meter) dari gedung perpustakaan.Berikut penggambaran sudut proteksi dari gedung perpustakaan UNDIP Semarang


BAB III

KESIMPULAN

I. Kesimpulan

Sistem proteksi petir pada gedung bertingkat memiliki peranan yang sangat penting karena berfungsi untuk melindungi peralatan dan manusia yang berada di dalamnya. Gedung Widya Puraya berada pada daerah dengan hari guruh tinggi sangat rawan terhadap sambaran petir, oleh karena itu perlu dipasang proteksi petir. Sistem proteksi terhadap sambaran petir pada gedung widya puraya telah dilakukan dengan memasang penangkal petir di atas gedung perpustakaan. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa penangkal petir yang dipasang di atas gedung Perpustakaan UNDIP belum dapat melindungi gedung Widya Puraya yang berjarak puncak tertingginya 50,5 meter (Lebar jalan 8 meter) dari gedung perpustakaan.

Daftar Pustaka

1. A. Arismunandar, Dr, S. Kawahara, Dr, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid II,
Pradnya Paramita, 1 Juni 1973.
2. Hutauruk TS, Ir, M.E.E, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Erlangga. Jakarta. 1991.
3. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir Untuk Bangunan di Indonesia. Direktorat
Penyelidikan masalah bangunan. Jakarta. 1983.
4. Golde, R.H Lightning. Volume 2. London : Academic Press Inc. 1981.
5. Petrov N.I, Alessandro F.D. Lightning to earthed structure : comparison of models with
Lightning strike data. 1996.
6. IEC, Assement of The Risk of Damage Due to Lightning, Internasional Standard, CEI IEC
1662 First Edition, 1995.
7. Hutauruk TS, Ir, M.E.E, Pengetanahan Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahan Peralatan,
Erlangga. Jakarta. 1991.
8. Hovart Tibor, Computation of Lightning Protection, Tecnical University of
Budapest, Hungary, 1986.

1 komentar:

  1. Salam.

    Terima kasih telah menggunakan makalah kami sebagai referensi/tugas dalam mata kuliah Anda.

    abdul SYAKUR
    Teknik Elektro UNDIP

    BalasHapus