Minggu, 14 Juni 2009

SISTEM PENANGKAL PETIR

Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya (Abdul Syakur, Yuningtyastuti)
SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA
Abdul Syakur, Yuningtyastuti
a_syakur@elektro.ft.undip.ac.id, yuningtyastuti@elektro.ft.undip.ac.id
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstrak

Makalah ini menjelaskan mengenai sistem proteksi penangkal petir pada Gedung Widya Puraya, kampus UNDIP Tembalang. Sistem proteksi ini diperlukan mengingat gedung tersebut berada pada posisi yang paling tinggi diantara gedung-gedung sekitar danberada pada lokasi dengan tingkat hari guruh yang tinggi sekitar 128 hari guruh tiap tahun. Denganmenggunakan konsep ruang proteksi menurut model elektrogeometri, akan dihitung dan ditentukan jarak ruang proteksi dari penangkal petir yang digunakan dan tingkat proteksi yang dibutuhkan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penangkal petir yang dipasang di atas gedung perpustakaan belum mampu melindungi secara keseluruhan gedung-gedung yang ada disekitarnya yang mencakup keseluruhan gedung widya puraya.

Kata kunci : petir, ruang proteksi, elektrogeometri

BAB I

I. Pendahuluan

Pembangunan gedung – gedung baru, cenderung bertingkat sebagai solusi karena semakin sempitnya lahan tanah. Namun disisi lain, dengan semakin banyak berdirinya bangunan bertingkat, beberapa permasalahan mengenai keamanan bangunan menjadi penting untuk diperhatikan, karena bangunan bertingkat lebih rawan mengalami gangguan, baik gangguan secara mekanik maupun gangguan alam. Salah satu gangguan alam yang sering terjadi adalah sambaran petir. Mengingat letak geografis Indonesia yang dilalui garis katulistiwa menyebabkan Indonesia beriklim tropis, akibatnya Indonesia memiliki hari guruh rata – rata per tahun yang sangat tinggi. Dengan demikian bangunan – bangunan di Indonesia memiliki resiko lebih besar mengalami kerusakan akibat terkena sambaran petir. Kerusakan yang ditimbulkan dapat membahayakan peralatan serta manusia yang berada di dalam gedung tersebut.
Untuk melindungi dan mengurangi dampak kerusakan akibat sambaran petir maka dipasang sistem pengaman pada gedung bertingkat. Sistem pengaman itu salah satunya berupa sistem penangkal petir beserta pentanahannya. Pemasangan sistem tersebut didasari oleh perhitungan resiko kerusakan akibat sambaran petir terhadap gedung. Perhitungan resiko ini digunakan sebagai standar untuk mengetahui kebutuhan pemasangan sistem penangkal petir pada bangunan bertingkat tersebut.













BAB II

PEMBAHASAN

I. Dasar Teori

Kilat merupakan peristiwa alam yaitu proses pelepasan muatan listrik ( electrical discharge ) yang terjadi di atmosfer. Peristiwa pelepasan muatan ini bahkan terjadi karena terbentuknya konsentrasi muatan – muatan positif dan negatif di dalam awan ataupun perbedaan muatan dengan permukaan bumi. Kilat sebenarnya lebih sering terjadi antara muatan satu dengan muatan lain di dalam awan dibandingkan dengan yang terjadi antara pusat muatan di awan dengan permukaan bumi. Kedua jenis pelepasan muatan tersebut sebenarnya sama – sama dapat menimbulkan gangguan atau kerugian. Petir yang terjadi antara awan dengan awan dapat mengganggu di bidang penerbangan, sedangkan petir yang terjadi antara awan dengan permukaan bumi dapat menimbulkan kerusakan pada gedung tinggi dan peralatannya.

2.1 Frekuensi Sambaran Petir

2.1.1 Sambaran Petir Langsung

Jumlah rata – rata frekuensi sambaran petir langsung pertahun (Nd) dapat dihitung dengan perkalian kepadatan kilat ke bumi pertahun (Ng) dan luas daerah perlindungan efektif pada gedung (Ae) Nd = Ng . Ae (2.1) Kerapatan sambaran petir ke tanah dipengaruhi oleh hari guruh rata – rata per tahun di daerah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan sebagai berikut :
Ng = 4 . 10-2 . T1.26 (2.2)
Sedangkan besar Ae dapat dihitung sebagai berikut :
Ae = ab + 6h(a+b) + 9πh2 (2.3)
Sehingga dari substitusi persamaan (2.2) dan (2.3) ke persamaan (2.1), maka nilai Nd dapat dicari dengan persamaan berikut :
N 4.10 2.T1.26 (ab 6h(a b) 9 h2 ) d (2.4)

dimana :
a = Panjang atap gedung (m)
b = Lebar atap gedung (m)
h = Tinggi atap gedung (m)
T = hari guruh pertahun
Ng = Kerapatan sambaran petir ke tanah ( sambaran/Km2/tahun )
Ae = Luas daerah yang masih memiliki angka sambaran petir sebesar Nd (Km2).

2.1.2 Sambaran Petir Tidak Langsung

2.1.2 Sambaran Petir Tidak Langsung

Rata – rata frekuensi tahunan Nn dari kilat yang mengenai tanah dekat gedung dapat dihitung dengan perkalian kerapatan kilat ke tanah pertahun Ng dengan cakupan daerah di sekitar gedung yang disambar Ag Nn = Ng . Ag (2.5) Daerah di sekitar sambaran petir (Ag), adalah daerah disekitar gedung dimana suatu sambaran ke tanah menyebabkan suatu tambahan lokasi potensial tanah yang dapat mempengaruhi gedung.

2.2 Resiko Kerusakan Akibat Sambaran Petir

Sambaran petir dapat mengakibatkan beberapa kerusakan, yaitu :

a. Kematian atau korban jiwa
b. Kerusakan mekanis.
c. Kerusakan Thermal
d. Kerusakan Elektrik

2.3 Sistem Pengaman Pada Gedung

Sistem pengaman gedung dibuat untuk melindungi gedung tersebut dari berbagai macam
gangguan. Salah satu sistem pengaman gedung adalah sistem penangkal petir beserta pembumiannya. Instalasi bangunan yang menurut letak, bentuk, penggunaanya dianggap mudah terkena sambaran petir dan perlu dipasang penangkal petir adalah :

a. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara, dan cerobong pabrik.
b. Bangunan – banguna tempat penyimpanan bahan yang mudah terbakar atau meledak
seperti pabrik amunisi, atau gudang penyimpan bahan peledak.
c. Bangunan – banguna sarana umum seperti gedung bertingkat pusat perbelanjaan,
instansi pemerintahan, sekolah dan sebagainya.
d. Bangunan yang berdasar fungsi khusus perlu dilindungi seperti gedung arsip
negara. Jenis penangkal petir juga dipengaruhi oleh keadaan atap dari gedung yang
akan diamankan. Untuk bangunan dengan atap datar, yaitu bangunan yang memiliki
selisih tinggi antara bumbungan
dan lisplang kurang dari 1 meter maka sistem yang sesuai adalah sistem faraday
yaitu sistem penangkal petir. keliling pada atp datar. Sedang untuk atap runcing
atau selisih tinggi bumbungan dan lisplang lebih dari 1 meter, maka sistem yang
sesuai adalah metode franklin yaitu sistem penangkal petir dengan elektroda
batang (fiial).

2.3.1. Ruang Proteksi Konvensional

Pada masa awal diketemukannya penangkal petir dan beberapa tahun setelah itu, ruang proteksi dari suatu penangkal petir berbentuk ruang kerucut dengan sudut puncak kerucut berkisar antara 300 hingga 350. (Gambar 1.a). Pemilihan besarnya sudut proteksi ini menyatakan tingkat proteksi yang diinginkan. Semakin kecil sudut proteksi maka semakin tinggi tingkat proteksi yang diperoleh (semakin baik), namun semakin mahal biaya pembangunannya.










Gambar 1. Ruang proteksi konvensional

Untuk mempermudah perhitungan analitik, ruang proteksi tiga dimensi dapat dilukiskan secara dua dimensi dan karena bentuknya simetri, maka analisis dapat dilakukan hanya pada separo bagian (Gambar 1.b). Semua benda-benda yang berada di dalam ruang kerucut proteksi (atau bidang segi-tiga proteksi) akan terhindar dari sambaran petir. Sedangkan benda-benda yang berada di luar ruang kerucut proteksi (atau di luar bidang segi-tiga proteksi) tidak akan terlindungi.

2.3.2 Ruang Proteksi Non Konvensional

Ruang proteksi menurut model elektro geometri hampir sama dengan ruang proteksi
berdasarkan konsep lama, yaitu berbentuk ruang kerucut juga, hanya saja bidang miring dari kerucut tersebut melengkung dengan jari-jari tertentu (Gambar 2). Besar jari-jari ini sama dengan besarnya jarak sambar dari lidah petir. Jarak sambar (kemampuan menyambar atau menjangkau suatu benda) dari lidah petir ini ditentukan oleh besarnya arus petir yang terjadi. Dengan demikian, derajat kelengkungan dari bidang miring kerucut dipengaruhi oleh besarnya arus petir yang terjadi.


Gambar 2 Konsep ruang proteksi menurut elektrogeometri model


2.3.3 Bidang Sambar dan Garis Sambar

Jangkauan proteksi suatu penangkal petir dapat dijelaskan dengan bidang sambar atau garis sambar. Bidang sambar adalah tempat kedudukan titik-titik sambar, yaitu titik-titik dimana lidah petir telah mencapai suatu jarak terhadap suatu benda sama dengan jarak sambar. Bidang sambar merupakan bentuk tiga dimensi dalam kondisi nyata. Untuk keperluan penyederhanaan analisis dapat dipergunakan bentuk dua dimensi , yaitu garis sambar seperti ditunjukkan pada gambar 3.. Titik A dan B merupakan titik kritis, artinya semua petir dengan arus I yang melewati titik-titik ini akan menyambar ke penangkal petir atau menuju ke tanah dengan probabilitas 50%.
Untuk mengetahui apakah suatu benda terlindungi, maka perlu dibuat garis sambar untuk arus yang sama I untuk benda tersebut. Bila garis sambar untuk benda berada di bawah dari garis sambar untuk penangkal petir, benda terlindungi. Sebaiknya, jika garis sambar untuk benda berada di atas garis sambar untuk penangkal petir, maka benda tidak terlindungi.


Gambar 3. Garis sambar suatu lidah petir untuk arus petir tertentu.

Hubungan antara besarnya arus petir dengan jarak sambar dapat dijelaskan sebagai berikut. Bila arus petir yang terjadi bernilai kecil, artinya mengandung jumlah muatan kecil, maka energi yang diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan-terakhir juga kecil, sehingga jangkauan sambaran berjarak pendek. Jika arus petir yang terjadi bernilai lebih besar, artinya mengandung jumlah muatan lebih banyak, maka energi yang diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan terakhir juga lebih besar, sehingga jangkauan sambaran berjarak lebih jauh. Sesungguhnya hubungan antara I dan rs sangat rumit dengan beberapa versi persamaan telah dikemukakan oleh para ahli dan tetap terus akan berkembang lagi. Besar arus puncak peluahan petir dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :

I 10.6Q0,7 (2.6)


dimana :

I = Arus puncak petir (kA)
Q = Muatan lidah petir (Coulombs)

Sedang hubungan besar arus dengan jarak sambaran ditunjukkan persamaan berikut :

S = 8I 0,65 (2.7)
Jarak sambar S adalah jarak jari – jari yang dipakai pada ruang proteksi non konvensional. Dan persamaan yang sering digunakan untuk menentukan jarak sambar adalah persamaan Whitehead, karena hingga saat ini merupakan persamaan yang banyak diakui kebenarannya.

2.4.2 Sistem Penangkal Petir Gedung Beratap Kerucut

Sistem penangkal petir untuk gedung beratap kerucut lebih cocok menggunakan metode Franklin. Metode ini merupakan metode yang paling tua. Tetapi metode ini masih cukup handal untuk melindungi gedung dari sambaran petir. Sehingga sistem ini masih banyak digunakan orang terutama untuk gedung yang beratap kerucut / kubah. Gambar 4 penampang sistem tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

Elektroda batang pada metode Franklin mempunyai daerah perlindungan yang berbentuk
kerucut dengan elektroda batang sebagai porosnya. Setengah dari sudut puncak disebut sebagai sudut perlindungan. Biasanya diambil sudut 56o, khusus untuk gedung yang mudah terbakar biasanya sudut perlindungan diambil dari 450.

III. Gedung Widya Puraya

Gedung Widya Puraya Universitas Diponegoro terletak di sebelah barat daya gedung rektorat Universitas Diponegoro Semarang. Data – data dari gedung tersebut ditunjukkan pada Tabel 1. Gedung ini terdiri dari tiga lantai dengan bentuk bangunan memanjang dengan lahan di sekitar bangunan yang luas. Gedung Widya Puraya terletak di daerah dengan karakteristik perbukitan sehingga memiliki potensi mengalami gangguan sambaran petir.

IV. Sistem Proteksi Penangkal Petir

Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai resiko kerusakan dan effisiensi pada gedung
Perpustakaan sebelum diproteksi dengan resistansi tanah 0,0314 Ώ / Km seperti pada Tabel 2. Dari hasil perhitungan pada tabel 2 dapat diketahui gedung membutuhkan sistem proteksi dengan effisiensi 0,872 atau level proteksi 4 pada resistansi tanah 0,0314 Ώ / km sehingga relatif bahaya atau nilai resiko kerusakan tidak terlalu besar


Tabel 2 Nilai resiko kerusakan gedung sebelum diproteksi dengan resistansi tanah 0,0314Ώ/Km

Nilai resiko Hasil perhitungan
Fi -0,000000179
Fd 0,00778
F 0,00778
Fa 0,00100
E 0,87100
Tabel 1 Data karakteristik gedung Widya Puraya

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Whitehead, maka akan dapat dicari besar arus sambaran yang dapat ditangkap ditangkap oleh sistem penangkal petir tersebut. Bila kita menggunakan. sistem penangkal petir dengan besar resistansi tanah 0,0314 Ώ / km, kita akan mendapat suatu sistem proteksi dengan level proteksi tingkat 4, maka nilai jari – jari ruang proteksi yang diperoleh sebesar 60 m. Dengan persamaan Whitehead, maka dapat dicari besar arus sambaran yang dapat ditangkap oleh sistem penangkal petir tersebut. Diketahui S 8I 0,65 dimana S besarnya 60 m, merupakan jarak sambar atau jari – jari ruang proteksi. Sehingga besar arus sambaran petir ( I ).

Berarti dengan tambahan penangkal petir, bangunan bisa menahan sambaran petir sampai sebesar 18,6 kA. Bila sambaran petir besarnya lebih dari 18,6 kA maka akan ditangkap oleh sistem.
proteksi petir. Karena memiliki level proteksi tingkat 4, maka sudut proteksi yang didapat sebesar 45o. Sehingga jarak terjauh yang dapat ikut terlindungi oleh penangkal petir ini adalah 31 meter. Didapat dari perhitungan :

x = tan 450. h meter
x = 1 . 31 meter
x = 31 meter.


Sehingga penangkal petir di gedungPerpustakaan UNDIP belum dapat melindungi gedung Widya Puraya yang berjarak puncak tertingginya 50,5 meter (Lebar jalan 8 meter) dari gedung perpustakaan.Berikut penggambaran sudut proteksi dari gedung perpustakaan UNDIP Semarang


BAB III

KESIMPULAN

I. Kesimpulan

Sistem proteksi petir pada gedung bertingkat memiliki peranan yang sangat penting karena berfungsi untuk melindungi peralatan dan manusia yang berada di dalamnya. Gedung Widya Puraya berada pada daerah dengan hari guruh tinggi sangat rawan terhadap sambaran petir, oleh karena itu perlu dipasang proteksi petir. Sistem proteksi terhadap sambaran petir pada gedung widya puraya telah dilakukan dengan memasang penangkal petir di atas gedung perpustakaan. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa penangkal petir yang dipasang di atas gedung Perpustakaan UNDIP belum dapat melindungi gedung Widya Puraya yang berjarak puncak tertingginya 50,5 meter (Lebar jalan 8 meter) dari gedung perpustakaan.

Daftar Pustaka

1. A. Arismunandar, Dr, S. Kawahara, Dr, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid II,
Pradnya Paramita, 1 Juni 1973.
2. Hutauruk TS, Ir, M.E.E, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Erlangga. Jakarta. 1991.
3. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir Untuk Bangunan di Indonesia. Direktorat
Penyelidikan masalah bangunan. Jakarta. 1983.
4. Golde, R.H Lightning. Volume 2. London : Academic Press Inc. 1981.
5. Petrov N.I, Alessandro F.D. Lightning to earthed structure : comparison of models with
Lightning strike data. 1996.
6. IEC, Assement of The Risk of Damage Due to Lightning, Internasional Standard, CEI IEC
1662 First Edition, 1995.
7. Hutauruk TS, Ir, M.E.E, Pengetanahan Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahan Peralatan,
Erlangga. Jakarta. 1991.
8. Hovart Tibor, Computation of Lightning Protection, Tecnical University of
Budapest, Hungary, 1986.

Rabu, 06 Mei 2009

pengukuran Daya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Landasan Teori
Dalam rangkaian listrik, komponen-komponen listrik dapat dirangkai dengan berbagai cara. Pada dasarnya ada dua jenis rangkaian, yaitu seri dan parallel.
Penghambat atau resistor adalah komponen listrik yang dibuat sedemikian sehingga komponen itu memiliki nilai resistor tertentu. Untuk berbagai keperluan, misalnya untuk mendapat nilai resistor yang lebih besar atau lebih kecil dari komponen yang tersedia, dua atau lebih resistor dapat dirangkai seri atau parallel atau gabungan seri dan parallel.
Selain nilai resistansi (R), tegangan (V), dan kuat arus (I), kita juga dapat memperhitungkan daya dari sebuah resistor dengan menggunakan persamaan :
P = Daya (W) V = Tegangan (V) I = Kuat Arus (A)

Pada rangkaian-rangkaian sederhana, resistor yang biasa digunakan adalah resistor yang mempunyai daya ½ - 1 watt. Sedangkan resistor-resistor yang berdaya besar banyak digunakan pada rangkaian-rangkaian yang lebih kompleks.

1.2 Tujuan Praktik
1.2.1 Dapat merakit 5 resistor sesuai skema.
1.2.2 Dapat mengukur nilai masing-masing resistor dan resistor totalnya.
1.2.3 Dapat mengukur tegangan masing-masing resistor.
1.2.4 Dapat mengukur arus masing-masing resistor.
1.2.1 Dapat menghitung besar daya masing-masing resistor.

1.3 Alat dan Komponen
1.3.1 Proto board
1.3.2 AVOmeter Analog
1.3.3 Resistor tetap : 820  2 buah, 1K2  2 buah, 680  1 buah
1.3.4 Kawat penyambung secukupnya
1.3.5 Alat tulis
1.3.6 Lembar kerja

1.4 Skema Rangkaian








1.5 Langkah Kerja
1.5.1 Ukurlah nilai resistansi tiap-tiap resistor tersebut dengan AVOmeter, dan hasilnya masukan ke dalam Tabel.
1.5.2 Rakitlah kelima resistor tersebut pada Proto Board sesuai dengan skema rangkaian di atas, dan ukurlah nilai resistansi total rangkaian resistor tersebut dengan manggunakan AVOmeter. Masukkan hasil pengukuran pada tabel.
1.5.3 Ukurlah tegangan pada tiap-tiap resistor tersebut dengan menggunakan AVOmeter. Masukkan hasil pengukuran pada tabel.
1.5.4 Ukur juga tegangan total pada rangkaian tersebut. Masukkan hasil pengukuran pada tabel.
1.5.5 Ukurlah arus pada tiap-tiap resistor tersebut dengan menggunakan AVOmeter. Masukkan hasil pengukuran pada tabel.
1.5.6 Ukur juga arus total yang mengalir pada rangkaian tersebut. Masukkan hasil pengukuran pada tabel.
1.5.7 Jawablah pertanyaan di bawah ini, dan tuliskan jawabannya pada lembar kerja.
1.5.8 Jika telah selesai, serahkan lembar kerja pada instruktur praktek.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tabel Percobaan
Tabel hasil percobaan yang dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2007
Tabel Perhitungan
No R (Ω) V (Volt) I (mA) P (mW)
1 820 2,419 2,95 7,14
2 820 2,419 2,95 7,14
3 680 4,012 5,9 23,67
4 1200 3,54 2,95 10,4
5 1200 3,54 2,95 10,4
Total 1690 9,971 5,9 58,8

Tabel Pengukuran
No R (Ω) V (Volt) I (mA) P (mW)
1 820 2,8 3 8,4
2 820 2,8 3 8,4
3 680 4,2 6 25,2
4 1200 3,8 3 11,4
5 1200 3,8 3 11,4
Total 1690 10 6 60








2.2 Analisis Data





Rangkaian ekuivalen

Rt = 410 Ω + 680 Ω + 600 Ω = 1690 Ω
= =

Perhitungan Kuat Arus :
I1 I2 I3
I4 I5

Perhitungan Daya :
P1 V1 . I1 P3 V3 . I3

P2 V2 . I2 P4 V4 . I4

P5 V5 . I5 Pt Vt . It













BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Pengukuran nilai hambatan, tegangan, dan arus pada percobaan ini menggunakan AVOmeter, sedangkan nilai P (daya) resistor didapatkan dengan cara mengalikan hasil pengukuran tegangan (V), dengan kuat arus (I), sesuai dengan persamaan untuk mencari nilai daya, yaitu (P V . I).

3.2 Saran
Untuk hasil yang lebih baik hendaknya memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Dalam membaca resistor dengan AVOmeter, sebaiknya lakukanlah pengkalibrasian terhadap AVOmeter terlebih dahulu.
2. Lebih teliti lagi dalam merangkai skema rangkaian yang akan diujicobakan.
3. Lebih teliti lagi dalam mengukur hambatan, tegangan, dan arus pada resistor, baik itu dengan AVOmeter ataupun dengan membaca kode warna. Pada saat mengukur dengan AVOmeter, sebaiknya pencatatan nilai yang ditunjukkan oleh jarum AVOmeter dilakukan oleh satu orang saja (yang memiliki penglihatan lebih teliti) dengan sudut pandang yang tidak berubah-ubah agar kesalahan paralaks dapat diminimalisir

Pengukuran Resistor

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA I
PENGUKURAN RESISTOR TETAP, SERI, PARALEL, DAN CAMPURAN
















DIAJUKAN OLEH:

ETRI CAHYA YULIADI (5115062161)
NURUL AMALIA (5115062164)


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2007
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Landasan Teori
Resistor (hambatan atau tahanan) adalah komponen dasar elektronika yang dibuat untuk menghambat aliran arus listrik. Sebuah resistor dapat didesain sedemikian rupa sehingga dapat mempunyai nilai hambatan tertentu.
Berdasarkan nilai hambatannya, resistor dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu resistor tetap (yang mempunyai nilai hambatan tertentu/tetap) dan resistor variabel (resistor yang nilai hambatannya dapat diubah-ubah/diatur).
Resistor juga dapat dikelompokkan berdasarkan bahan pembuatannya, yaitu resistor lilitan kawat dan resistor karbon. Resistor lilitan kawat digunakan untuk berbagai keperluan yang membutuhkan akurasi cukup tinggi dan peralatan yang menggunakan variasi arus yang besar, sedangkan resistor karbon merupakan resistor yang paling banyak beredar di pasaran. Resistor karbon mempunyai nilai hambatan yang tetap karena itu disebut juga resistor tetap. Besarnya nilai suatu hambatan resistor dinyatakan dalam satuan ohm ().
Besarnya nilai hambatan suatu resistor tetap dapat diketahui dari kode warna atau kode huruf dan angka yang tertera pada resistor tersebut. Adapun cara menghitung nilai hambatan suatu resistor sebagai berikut:

• Kode angka dan huruf
Selain dengan kode warna, nilai hambatan suatu resistor juga sering ditunjukkan dengan kode huruf. Kode angka manyatakan nilai hambatan, sedangkan kode huruf menyatakan pengali dan toleransi nilai hambatan. Terjemahan kode huruf pertama adalah sebagai berikut:
R artinya kali 1 ohm
K artinya kali 103 ohm
M artinya kali 106 ohm
Adapun terjemahan kode huruf kedua adalah sebagai berikut:
J artinya toleransi  5%
K artinya toleransi  10%
M artinya toleransi  20%
Gambar di atas adalah contoh resistor yang hambatannya ditunjukkan dengan kode huruf dan angka, mempunyai hambatan sebesar 6.5  103   10%.
Nilai hambatan sebuah resistor variabel dapat diubah menurut kebutuhan. Adapun contoh resistor variabel adalah tahanan geser (rheostat), potensiometer, termistor, dan LDR ( Light Dependent Resistor).

• Kode Warna
Warna Gelang Pertama Gelang Kedua Gelang Ketiga (multiplier) Gelang ke Empat (toleransi)
Hitam
0 0 ×100
Coklat
1 1 ×101 ±1% (F)
Merah
2 2 ×102 ±2% (G)
Jingga
3 3 ×103
Kuning
4 4 ×104
Hijau
5 5 ×105 ±0.5% (D)
Biru
6 6 ×106 ±0.25% (C)
Ungu
7 7 ×107 ±0.1% (B)
Abu-abu
8 8 ×108 ±0.05% (A)
Putih
9 9 ×109
Emas
×0.1 ±5% (J)
Perak
×0.01 ±10% (K)
Polos ±20% (M)








Ada juga resistor yang menggunakan simbol warna dengan lima gelang. Cara pembacaannya sama dengan resistor yang menggunakan simbol empat gelang. Hanya saja, pada resistor dengan lima gelang, gelang ke-tiga masih merupakan nilai resistor (seperti gelang kedua pada resistor empat gelang). Gelang ke-empat merupakan pengali (multiplier), sedangkan gelang kelima adalah nilai toleransi.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah membiasakan mahasiswa dapat membaca arti kode warna dari sebuah resistor dan dapat menentukan resistor dalam keadaan baik atau buruk serta dapat mengukurnya dengan menggunkan AVOmeter yang diberikan pada saat percobaan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.3 Alat dan Komponen
Dalam percobaan ini mahasiswa dapat menggunakan babarapa alat dan komponen. Adapun alatnya seperti:
1. AVOmeter
2. Alat tulis
3. Lembar kerja
Dan komponennya seperti:
1. Papan PCB
2. Resistor dengan kode warna

1.4 Langkah Kerja
1. Baca nilai resistor yang ada pada PCB, dan masukkan hasil pembacaan pada tabel 1, kolom kedua.
2. Ukur nilai resistor yang ada pada PCB dengan menggunakan AVOmeter dan hasilnya masukkan ke dalam tabel 1, kolom ke-empat.
3. Hitunglah besar penyimpangan nilai terukur dengan harga yang tercantum pada resistor tersebut, hasil perhitungannya masukkan pada tabel 1, kolom kelima.
4. Simpulkan, apakah resistor tersebut berada dalam keadaan baik atau tidak, dan tulislah pada tabel 1, kolom ke-enam.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tabel Percobaan
Table percobaan yang dilakukan tanggal 1 Oktober 2007
Nomor Resistor Nilai Ohm Resistor Toleransi (dalam %) Hasil Ukur (dalam ) e
(dalam %) Kesimpulan
(Resistor dalam keadaan)
R1 10   1 % 10  0,00% baik
R2 39   1 % 39  0,00% baik
R3 140   1 % 150  1,5% kurang baik
R4 220   1 % 220  0,00% baik
R5 1K   1 % 1100  10% rusak
R6 470   1 % 460  2,17% buruk
R7 3300   1 % 3250  1,5% kurang baik
R8 4K7   1 % 4,7 x 103 0,00% baik
R9 6K4   1 % 6,8 x 104 6,29% rusak
R10 18K   1 % 18 x 103 0,00% baik
R11 39K  1 % 40 x 103 2,5% buruk
R12 47K   1 % 47 x 103 0,00% baik
R13 180K   1 % 180 x 103 0,00% baik
R14 330K   1 % 320 x 103 3,03% rusak
R15 470K   1 % 460 x 103 2,13% buruk
R16 1M  1 % 1 x 106 0,00% baik

2.2 Analisa Data
Dari masing-masing resistor dapat dilihat bahwa sebagian besar resistor yang dijadikan komponen dalam percobaan ini dalam keadaan buruk atau sudah tidak bisa dipakai lagi, walaupun ada beberapa resistor yang masih bekerja dengan baik. Itu semua diperkuat dengan nilai hambatan resistor yang diukur dengan resistor yang dihitung mempunyai perbedaan yang sangat signifikan. Tidak hanya itu, nilai e (error) yang dicari dengan rumus:


mempunyai nilai yang lebih besar dari pada nilai toleransi yang terdapat dalam resistor yang diwakilkan oleh warna kelima.
Sedangkan resistor yang dalam keadaan baik dapat dilihat dari nilai e (error) yang tidak melebihi toleransi yang diberikan oleh masing-masing resistor.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Pengukuran nilai hambatan resistor dalam percobaan ini menggunakan AVOmeter. Dalam pengukuran ini sering terjadi kesalahan, salah satu kesalahannya tidak sesuainya jarum dengan angka nol. Pengukuran nilai hambatan dengan membaca kode warna pada resistor juga sering megalami kesalahan ataupun kesulitan membaca warna karena resistor yang digunakan dalam percobaan ini terlalu lama disimpan sehingga menyebabkan warna yang terdapat pada resistor hilang (memudar). Perbedaan sudut padang juga dapat mempengaruhi pergeseran jarum pada AVOmeter.
Selain besar resistor, faktor yang perlu diketahui dari suatu resistor adalah keadaannya. Karena jika keadaan suatu resistor itu tidak baik atau tidak layak pakai tetapi masih digunakan juga, akan terjadi konsleting yang menyebabkan rusaknya barang-barang yang menggunakan resistor tidak layak pakai itu.


3.2 Saran
Untuk hasil yang lebih baik hendaknya memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Dalam membaca resistor dengan alat, sebaiknya memperhatikan kesesuaian antara jarum yang terdapat pada alat itu dengan angka nol (pengkalibrasian)
2. Untuk membaca resistor dengan kode warna hendaknya memperhatikan benar-benar warna-warna apa saja yang terdapat dalam resistor tersebut, hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam membaca kode warna yang terdapat dalam resistor yang telah pudar warnanya.
3. Lebih teliti lagi dalam mengukur hambatan suatu resistor, baik itu dengan alat ukur ataupun dengan membaca kode warna. Pada saat mengukur dengan alat ukur (AVOmeter), sebaiknya melihat nilai yang ditunjukkan oleh jarum AVOmeter dilakukan oleh satu orang saja (yang memiliki penglihatan lebih teliti) dengan sudut pandang yang tidak berubah-ubah agar kesalahan paralaks dapat diminimalisir

Pengenalan Arus, Tegangan dan Tahanan Listrik

Arus, Tegangan dan Tahanan Listrik

Materi ‘Listrik’ adalah sekumpulan teori dan hukum yang dibuat oleh ahli dalam usahanya untuk menjelaskan hasil dan pengamatan setelah bertahun-tahun melakukan percobaan.
Listrik merupakan salah satu bentuk tenaga yang tak dapat dilihat, walaupun pengaruhnya bisa berbentuk panas, magnit dan reaksi kimia. Pengaruh tersebut dipakai oleh alat-alat listrik kita sehari-hari untuk memberi kita sesuatu seperti cahaya, panas, gerak, batterei dan lain sebagainya.
Istilah dasar listrik seperti Tegangan, Arus, dan Tahanan dipakai untuk menggambarkan aspek-aspek listrik yang berbeda seperti kekuatan listrik (tekanan), gerak listrik dan lawan dari gerak.
Sebelum menjelaskan lebih jauh lagi istilah dasar, perlu untuk mengenal struktur ‘Rangkaian Dasar’ dan melihat ‘Teori Atom Listrik’.

Teori Atom Listrik
Para ahli berpikir bahwa listrik diproduksi oleh partikel yang sangat kecil sekali yang bermuatan listrik, disebut elektron dan proton. Partikel-partikel tersebut sangat kecil untuk dilihat, tetapi ada disetiap benda. Proton ditemukan di pusat kumpulan atom didalam inti. Elektron mengelilingi inti. inti juga berisi neutron yang tidak mempunyai muatan listrik.

Gabungan proton, elektron, dan neutron membentuk atom dasar. Semua benda yang kita ketahui menggunakan bermacam-macam atom dasar seperti bangunan yang tersusun untuk membentuk karakteristiknya sendiri-sendiri.

Inti (Nucleus)
Nucleus terdiri dari kumpulan atom yang sangat banyak. Proton dan neutron terkandung dalam nucleus. Electron mengelilingi sekitar nucleus.

1. Proton
Atom sendiri dapat dibagi dalam partikel yang disebut proton, elektron, dan neutron. Sebuah proton diasumsikan sebagai sebuah pertikel kecil yang bermuatan listrik positif. Proton merupakan bagian tengah, pusat, nucleus dari atom. Sejumlah proton didalam sebuah atom berbeda dari unsur yang satu dengan unsur lainnya.

2. Elektron
Sebuah elektron merupakan sebuah partikel kecil yang mempunyai muatan listrik negative. Elektron lebih berat daripada proton tetapi pengaruh listriknya benar-benar seimbang atau sama rata daripada proton.
Elektron memutari orbitnya disekitar nucleus dan mungkin dalam situasi tertentu bergerak dari satu atom menuju atom lainnya.

3. Neutron
Neutron adalah sebuah partikel didalam atom nucleus yang tidak mempunyai muatan listrik.
Pernah dikira susunannya menempel pada sebuah proton, tetapi saat ini neutron dianggap sebagai partikel yang terpisah. Neutron dan proton dipercaya sebagai dasar bangunan batu yang semuanya tersusun dari inti atom.


Atom Bermuatan Listrik
Atom terdiri dari jumlah proton dan elektron yang sama, bisa mengandung listrik netral atau seimbang.
Atom bisa menjadi tidak seimbang karena penyusunan kembali elektron, dan oleh karena hal tersebut mungkin bisa bermuatan ‘positive’ atau ‘negative’.
Apabila hal ini terjadi atom tersebut dinamakan ‘ION’.

Ion dan Ionisasi
Definisi Apabila sebuah atom normal habis atau mencapai sebuah elektron,
keseimbangan listrik terganggu dan atom menjadi terionisasi atau bermuatan listrik.

Contoh: Atom Helium

Arus

Teori Aliran Arus Elektron
Apabila kekuatan listrik (Voltase) diterapkan pada sebuah konduktor, elektron dari tiap-tiap atom menekan keluar dari orbitnya dan menjadi “elektron bebas” yang mampu berpindah ke atom yang lain

Perpindahan elektron disebut “Aliran Elektron”.
Elektron bergerak dari terminal negatif menuju terminal positif dalam sumber listrik pada rangkaian listrik.


Teori Aliran Arus Konvensional

Pada awalnya di tahun 1800-an para ahli tidak mengetahui tentang perpindahan elektron. Dan melalui perundingan konvensi mereka menganggap bahwa apa yang terjadi didalam konduktor yakni “Perpindahan Listrik dari Positif menuju Negatif”.
Teori aliran arus konvensional terkatung-katung terlalu lama, banyak ahli yang memperdebatkan bahwa teori aliran arus elektron tersebut tidak tentu benar, sehingga saat ini kita mempunyai dua teori.

Simbol elektronik dan kedua teori tersebut digambarkan dalam buku referensi.

Catatan :
Tetapi kalau dijelaskan secara spesifik, teori aliran arus yang dipakai dalam pelajaran kelistrikan otomotif yaitu” Aliran Arus Konvensional”.
“ Perpindahan arus dari positif ke negatif”



Istilah Listrik

Arus

Perpindahan Arus


Ampere (amps)

Merupakan satuan pengukuran dari aliran arus listrik; sama dengan kata amp, huruf “I”, dan “A” juga dipakai untuk menunjukkan aliran arus.

Besaran Simbol Satuan Pengukuran Simbol

Arus I Ampere (amp) A


Tegangan

Kekuatan Listrik (tekanan)

Apabila sebuah lampu dihubungkan dengan batterei dan kabel, arus akan mengalir dari batterei menuju lampu dan lampu tersebut akan menyala.
Hal ini terjadi karena adanya kelebihan muatan negatif pada terminal negatif (-) dan berkurangnya muatan negatif pada terminal positif (+). Ketidakseimbangan muatan listrik tersebut menyebabkan tekanan listrik. Tekanan listrik menyebabkan aliran arus pada rangkaian tersebut.
Apabila terjadi ketidakseimbangan muatan listrik, pelepasan menyebabkan tekanan, beban, atau kekuatan listrik antara muatan positif dan negatif yang mencoba untuk menyeimbangkan kembali. Sebab kekuatan listrik potensial untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Perbedaan antara muatan listrik dinamakan ‘perbedaan potensial’ atau PD. Satuan pengukurannya yaitu volt dengan simbol V. Tekanan elektromotif juga dipakai dengan simbol E atau EMF.


Besaran Simbol Satuan Pengukuran Simbol

Perbedaan potensial PD Volt E atau V
Tekanan Elektromotif EMF


Tahanan

Perlawanan dari aliran listrik

Dalam sebuah rangkaian listrik, komponen seperti lampu bolam, akan membatasi aliran arus. Seluruh komponen dan rangkaian listrik mempunyai tahanan yang akan menyebabkan perlawanan aliran arus.


Bagian tahanan dari tiap-tiap rangkaian dipakai untuk mengubah energi listrik menjadi bentuk lain.
Contoh: Bola Lampu - Cahaya

Coil - Magnit
Elemen - Panas

Ohm

Satuan pengukuran ini dipakai untuk tahanan aliran arus. Juga diwakili dengan huruf “R” atau simbol .

Besaran Simbol Satuan Pengukuran Simbol

Tahanan R Ohm 


Hukum Ohm

George Ohm dalam experimennya menunjukkan adanya hubungan atara tegangan, arus, dan tahanan.


Diagram berikut ini menunjukkan penjelasan yang lebih mudah dari apa yang telah diterangkan sebelumnya.

Apabila kita meningkatkan tegangan dalam sirkuit, arus juga akan meningkat. Apabila kita menurunkan tegangan didalam sirkuit, arus akan turun juga.

Catatan:
Untuk mempermudah penjelasan, perlu diingat bahwa tahanan lampu tetap konstan.

Jika kita meningkatkan tahanan dalam sirkuit, arus akan menurun. Jika kita menurunkan tahanan dalam sirkuit, arus akan meningkat.

Catatan:
Tegangan tetap konstan.

Rumus Hukum Ohm

George Ohm juga menyatakan dalilnya dalam bentuk rumus. Ini merupakan rumus dasar yang digunakan untuk menghitung nilai listrik. Nilai tersebut bisa dihitung selama dua nilai lainnya diketahui.

Rumus : I = E
R

Dimana I = Arus listrik diukur dalam ampere.
E = Tekanan listrik diukur dalam Volt.
R = Hambatan/Tahanan diukur dalam Ohm.


Untuk menentukan tegangan jika arus dan tahanan diketahui, kita ubah rumus sebelumnya.
E = I x R

Juga bisa diubah untuk menentukan tahanan jika arus dan tegangan diketahui.

R = E/I

Cara yang mudah untuk mengingat dasar Hukum Ohm yaitu mengingat lingkaran kecil yang ditunjukkan pada diagram dibawah ini.

Jika anda mengetahui adanya dua nilai dalam sirkuit, anda dapat menentukan salah satu yang hilang dengan menggunakan rusmus Hukum Ohm dan berikut prosedurnya.

1. Tutuplah hruf yang tidak diketahui nilainya.
2. Gantilah huruf sisanya dengan nilai yang sudah diketahui
3. Pecahkan nilai yang hilang dengan menggunakan Rumus Hukum Ohm.


Mengukur Ukuran Listrik

Pendahuluan

Instrumen percobaan dasar yang digunakan untuk mendiagnosa masalah dalam sirkuit listrik yaitu Voltmeter, Ohmmeter, dan Ammeter. Supaya cakap dalam memperbaiki kendaraan, perlu meningkatkan pemahaman meter ini.

Operasi Dasar

Tanpa menggunakan meter listrik tertentu, sebenarnya tidak mungkin dapat mendiagnosa kesalahan secara akurat dalam kendaraan bermotor, memeperbaiki beberapa komponen, atau menyesuaikan listrik dari berbagai jenis unit kontrol. Penting sekali bagi anda untuk mengenal secara lengkap karakteristik dan penggunaan sebuah bentuk instrumen percobaan. Yang paling banyak digunakan yaitu Voltmeter, Ammeter, dan Ohmmeter.
Ada dua bentuk susunan atau desain meter, analog dan digital. Masing masing alat ukur tersebut saat ini banyak digunakan dalam industri.


Voltmeter

Volmeter digunakan untuk mengukur tegangan (tekanan listrik) antara dua titik dalam sirkuit listrik.
Voltmeter bisa digunakan untuk mengukur tingkat tegangan yang ada dalam batterei. Voltmeter juga digunakan untuk mengukur turunnya tegangan dalam sirkuit.

Skala Voltmeter

Voltmeter digunakan untuk test otomotif yang mempunyai skala yang menunjukkan lebih dari satu tingkat tegangan.

Mengukur Tegangan

Jika nilainya tidak diketahui, pilihlah nilai tertinggi pada saklar putar. Hal ini akan mencegah rusaknya meter tersebut. Hubungkan Voltmeter positif (+) (merah) pada batterei positif (+) dan negatif (-) (hitam) pada negatif (-) batterei.

Tempatkan skala yang sesuai:
(Skala 0 – 20) (Skala 0 – 50)
Sistem 12 Volt Sistem 24 Volt


Ammeter

Ammeter digunakan untuk mengukur aliran arus dalam sirkuit listrik.
Ammeter dihubungkan seri dengan sirkuit. Putuskan sirkuit, kemudian sambung kembali dengan Ammeter.

Penggunaan Ammeter
Sirkuit yang akan ditest diatur dalam keadaan “OFF” (putuskan sirkuit dengan batterei atau pada hubungan dalam rangkaiannya).

Atur saklar (knob) putar pada skala tertinggi.
Hubungkan jarum penduga/probe positif + (merah) pada pada input +supply (sisi baterai) dan jarum penduga negatif - (hitam) pada sambungan input komponen.
Nyalakan rangkaian beban dan perhatikan penyimpangan yang ditunjukkan oleh jarum meter.

Jika pembacaan meter berada di bawah range, matikan rangkaian dan pindahkan saklar putar pada tingkat yang lebih kecil. Dengan demikian akan diperoleh hasil pembacaan yang lebih akurat.

Hitung pembacaan meter dengan membaca skala range dan pembagian skala.


Ohmmeter

Ohmmeter digunakan untuk mengukur resistansi komponen atau rangkaian. Ohmmeter juga dapat dipergunakan untuk mengetes saklar, kabel dan sekering untuk mengetahui apakah terputus serta rangkaian terbuka.
Perubahan skala tidaklah linier.

Catatan :
Ke arah kanan perubahan hanya menandakan 1 satuan (terhadap nilai yang ditunjukkan oleh saklar putar)
Ke arah kiri perubahan menunjukkan nilai yang lebih besar dari 100 atau 1000 kali.

Diagram 14. Ohmmeter

Ohmmeter harus memiliki sendiri baterai karena ohmmeter mengukur resistansi dengan mengalirkan arus melalui resistor. Oleh karena itu pada saat mengetes sebuah komponen atau rangkaian dengan menggunakan ohmmeter, sumber power supply harus diputus.

Ohmmeter mempunyai skala range yang menunjukkan lebih dari satu range nilai tahanan. Untuk menghitung resistansi, pembacaan pada skala dikalikan dengan nilai saklar putar yang dipilih.


Persiapan Penggunaan Ohmmeter
1. Pilih range yang dikehendaki.
2. “Nolkan” meter.

Prosedur Pengoperasian Ohmmeter

PERINGATAN : Untuk melindungi Ohmmeter terhadap kerusakan elektronis yang permanen ikuti langkah-langkah berikut dengan hati-hati.

Catatan :.
Jangan sekali-kali menghubungkan Ohmmeter pada rangkaian yang beraliran arus.

Putuskan hubungan power supply pada rangkaian.
1. Hubungkan tester pada komponen atau rangkaian yang hendak dites.
2. Pilih skala yang paling sesuai.
3. Agar diperoleh akurasi maksimum nol-kan ohmmeter jika mengganti range.
4. Jika diperoleh pembacaan pada skala range yang sesuai, lihat nilai meter dan
hitung resistansi dengan mengalikannya dengan nilai saklar range.
5. Selalu matikan meter jika tidak digunakan.

Multi Meter
Multimeter yang digunakan pada dasarnya ada dua (2) macam, yaitu tipe analog dan tipe digital. Masing-masing mempunyai kegunaan yang sama, keduanya dapat digunakan untuk mengukur tegangan, tahanan (ohm) dan aliran arus (ampere).

Meter-meter analog dihubungkan, dirubah skalanya dan diatur (dinolkan) sama seperti meter analog yang telah disebutkan di muka.

Penggunaan Multimeter Digital

Multimeter digital memiliki penggunaan yang luas. Multimeter digital jauh lebih akurat daripada multimeter tipe analog. Meter macam ini memiliki pilihan saklar range untuk memilih kuantitas yang akan diukur (tegangan, arus, resistansi, dan lain-lain).

Meter yang ditunjukkan pada gambar berikut tidak memiliki skala range untuk tiap pilihan pengukuran. Meter ini autoranging
(tidak perlu diatur range-nya).

Penggunaan Meter

Pengukuran Tegangan

Pilih DC V(arus searah) pada tombol range, pasang probe/colok merah positif (+) pada terminal positif baterai. Pasang probe hitam negatif (-) pada negatif baterai. Pembacaan tegangan akan ditampilkan di layar meter.

Pengukuran Arus

Catatan :
Multimeter digital tidak bisa mengukur aliran arus besar, biasanya paling besar 10 ampere.

Pilih Am pada skala range. Lepaskan probe/jarum penduga merah positif (+) dan pasang pada terminal 10A. Matikan power supply dan putuskan hubungannya pada rangkaian dan hubungkan probe-probe meter dalam hubungan seri, nyalakan catu daya dan baca nilai yang ditunjukkan meter.


Diagram 20. Sambungan Ammeter


Pengukuran Tahanan
Lepaskan baterai. Pilih skala meter pada  (ohm). Hubungkan probe/jarum penduga pada kedua ujung komponen. Pembacaan akan ditampilkan dalam , K (K=1000), atau M (M=mega/juta). Selalu matikan meter jika tidak sedang digunakan.

Diagram 21. Ohmmeter.

Hubungkan probe/jarum penduga pengukur seperti yang ditunjukan pada gambar. Satuan tahanan ditunjukkan pada layar dalam , K atau M.
Yakinkan bahwa alat yang diukur tidak terhubung dengan baterai, jika terjadi maka bisa timbul kerusakan pada meter.

alat ukur listrik

macam-macam alat ukur listrik beserta kegunaan dan kekurangannya :

1. Multimeter
2.Ohm meter
3. Avometer

Rabu, 29 April 2009

cara pengukuran arus

cara pengukuran arus listrik dalam kehidupan sehari - hari

pengukuran

pengukuran arus, tegangan, tahanan listrik